Musim
kemarau telah tiba di wilayah Jogja. Terik matahari yang selalu memanjakan
sinarnya membuatku semakin semangat tuk mengawali semester 3 di Universitas.
Tiba-tiba saja aku termenung, memikirkan kawan sekolahku dulu yang sampai saat
inipun masih kuingat setiap detail wajah ceria mereka. Tak sepenuhnya dari kami
berkumpul di Universitas yang sama, namun beruntungnya aku masih dapat berkumpul
dengan mereka yang begitu aku sayangi. Yang aku sayangi…membuatku teringat akan
sosok lelaki yang telah kukagumi…telah kusayangi semenjak aku duduk di bangku
SMP. Dan sampai sekarang pun masih begitu. Apa kabar dia? Bagaimana posturnya
saat ini? Sudah lama sekali kami tak berjumpa, setidaknya aku yakin dia akan
menjadi lebih tampan. Sejak kami pisah SMA, kami jarang sekali melakukan kontak
mata bahkan kontak dalam dunia maya. Aku yakin dia telah sibuk dengan dunia
barunya yang membahagiakan. Ah, aku sangat merindukanmu, Aga.
Dering
handphone mengejutkanku sehingga aku terbangun dari lamunanku.
“Raissa, besok
kamu sibuk gak? Jalan ke mall yuk, bosen banget nih di rumah. Banyak cerita
juga menunggu hahahaha.” Ternyata itu Selly, sahabat karibku sejak SMP.
“Gak sibuk sih,
banyak waktu buat jalan. Oke besok jam 11 kamu jemput aku ya di rumah, gantian
lah minggu lalu kan kamu udah aku jemput hehe.”
“Ah masalah itu
gampang, aku tau balas budi kok haha. Oke jam 11 ya jangan sampai kamu bangun
kesiangan.”
“Gak janji ya haha,
kamu kayak gak tau aku ajasih.”
“POKOKNYA JAM 11
OKE GAK ADA TELAT-TELATAN. Oke see you soon baby.” Seketika ia menutup
teleponnya. Ya begitulah dia, wanita yang ceria dan selalu menyenangkan.
Ini
sudah pukul 4 sore. Kakak laki-lakiku, Joan, belum pulang dari ‘urusan’nya yang
tak pernah habis itu. Ya, dia selalu sibuk di toko buku, membaca adalah
hidupnya. Orangtuaku baru akan pulang dari kantor pukul 5 nanti. Libur panjang
ini membuatku menjadi malas-malasan, berbanding terbalik dengan rencanaku untuk
produktif di hari liburku. Kuputuskan untuk mandi dan sholat Ashar, lalu
membantu bibi memasak hidangan makan malam. Tiba-tiba suara klakson terdengar
di luar rumah. Rupanya sudah pukul 5, orangtua dan kakakku serentak datang dan
langsung menyambutku dengan ramahnya. Betapa bahagianya memiliki keluarga
seperti mereka.
“Sore sayang,
kamu bantuin bibi masak? Wah kayaknya enak banget nih,” puji Mamaku.
“Yakin enak?
Awas aja ya sampai gak enak, aku jitak kamu haha,” goda Joan.
“Oh kamu
nantangin, Jo? Oke jatah makanmu berkurang,” balasku.
“Sudah-sudah,
baru pulang aja udah berantem kalian. Jo, cepat mandi. Raissa, kamu udah mandi
kan? Papa sama Mama mau mandi dulu, setelah sholat Maghrib kita makan bersama,
oke? Ayo cepat cepat!” Papaku memang sangat gesit dalam berbicara. Nada bicara
yang mengagumkan.
Kami
semua telah melaksanakan seluruh perintah Papa, dan kamipun makan dengan penuh
senda gurau yang selalu kami nikmati setiap malamnya. Sungguh, waktu yang
sangat berkualitas. Setelah makan malam, kami berkumpul di ruang keluarga dan
menonton televisi dengan secangkir kopi bagi setiap orangnya. Tradisi yang
selalu kami lakukan di hari Jum’at. Waktu telah menunjukkan pukul 9 malam dan
aku bergegas ke kamar untuk mengecek beberapa akun social mediaku. Mataku
terbelalak hebat saat melihat ada e-mail masuk dari Aga. Ya, Aga. Secepat
mungkin kubaca e-mail singkat darinya.
Raissa, bagaimana kabarmu? Kamu pasti baik,
karna akupun juga begitu. Rasanya sudah lama kita tak bertemu, aku kangen haha.
Bagaimana kalau sepotong pizza di malam minggu? Kutunggu jawabanmu.
Aga.
Mataku
langsung berbinar dan hatiku berdegup kencang. Oke, calm down, Raissa. Ini kesempatan platinum bagimu, bahkan jackpot.
Langsung saja aku membalasnya.
Hai, seperti yang kamu duga, aku baik. Senang
mendengarmu merindukanku, karna akupun juga begitu haha. Sepotong pizza? Sounds
good, tapi bisakah aku mendapat dua potong? Haha, aku setuju, kutunggu kau
pukul 7 malam di…dimana kita akan berjumpa?
Seperti
harapanku, dia langsung membalas.
Aku tau kamu selalu kangen aku haha. Dua
potong? Kurasa kamu sudah bertambah gendut saat ini, makanmu banyak sekali.
Tapi, okelah. Kau dapat dua potong dan aku mendapat enam, haha kidding. Oke,
pukul 7 kita bertemu di Pizza Hut Sudirman. Jangan telat, oke? Hilangkan
kebiasaan lamamu.
Dia
selalu berhasil membuatku tersipu dengan setiap kata yang Ia ucapkan.
Setuju, sampai jumpa. Aku tau kau selalu
mengingatku dalam anganmu. Selamat malam.
e-mail
malam itupun berakhir dengan senyuman yang memenuhi wajahku. Ya Tuhan, hentikan
senyum tidak jelasku ini. Aku memutuskan untuk streaming YouTube, dan terpaku
pada sebuah channel Jacksgap. Malam yang menyenangkan dan akupun tertidur
kiranya pukul 11 malam.
“Raissa, bangun.
Sholat subuh dulu.”
“Raissa, ayo
banguuuun.”
“Eng emh, apa?
Iya Ma, udah bangun.”
“Oya, malam ini Mama
dan Papa akan pergi ke rumah Om Doni. Mau ikut?”
“Maaf, Ma. Aku
gak bisa ikut, sudah ada janji makan malam dengan kawan lama.”
“Oke, berarti
kamu nanti di rumah sama bibi ya. Kayaknya kita akan pulang larut malam.
Kakakmu juga akan ikut.”
“Ah iya, tak
masalah, Ma.”
Seperti
biasa, masa liburan seperti ini, menonton televisi adalah aktivitasku. Entah
sudah berapa FTV yang kutonton selama 2 minggu ini. Aku terkejut saat tiba-tiba
jam sudah menunjukkan pukul 09.30. Aku harus segera bersiap diri, Selly akan
menggunakan jurus mulut seribunya jika aku sampai terlambat.
*BEEP
BEEP BEEEEEPPPP*
Itu
suara klakson Selly, aku bergegas keluar dan mendapati Selly mengendarai mobil
CRV milik orangtuanya. Tumben sekali dia memakai mobil yang berukuran besar,
kita kan hanya akan jalan berdua. Sampai di depan mobil aku membuka pintu kursi
depan.
“RAISSAAAAAA!!!!!!”
“Lho…Almira?
Nanda? Dinda? Intan? Kalian juga ikut? Kok Selly gak bilang-bilang?”
“Harus
ya gue lapor segalanya ke elo? Buruan masuk. Cussss”
“Ini
ceritanya reuni apa gimanasih? Haha iya iya aku masuk. Cusss”
Kami
berenam menghabiskan waktu yang sangat panjang di Plaza Ambarukmo. Setiap butik
kami datangi, walau hanya untuk melihat dan tak berniat membeli. Kalian tau
pasti kan gimana wanita? Suka sekali menghabiskan waktu. Namun, kami sangat
bahagia akan waktu yang terbuang itu, bagi kami hal itu tidaklah sia-sia. Kami
lalu pergi ke sebuah restoran untuk makan siang, sebetulnya ini sudah pukul
15.00. Di sana kami membicarakan segala hal yang bisa diceritakan. Benar-benar
segalanya.
“Raissa,
gimana Aga? Udah jadian belum kalian? Lama amat sih haha,” celetuk Almira.
“Jadian?
Are you kidding me? Kita terakhir
ketemu aja kapan aku udah gak inget.”
“Kamu
bener-bener gak mau move on gitu, Sa? Kamu kan cantik, banyaklah pasti yang bribik kamu. Udah 5 tahun kamu nungguin
dia, kamu gak capek? 5 tahun tu bukan sebentar, Sa,” Intan mulai penasaran dan
semakin penasaran.
“Ah
kalian pasti nanyain Aga mulu, udah kubilang kan, aku emang gak mau move on.
Dia motivasiku selama ini, aku nyaman begini, aku tulus sayang sama dia, tanpa
dia harus balas perasaanku. Gak gampang mulai dari awal lagi, aku udah terlalu
asik sama dunia ‘jatuh cinta’ku ke Aga. Lagian nanti aku mau dinner sama dia. Katanya dia kangen.”
“APA?
SERIUS? KENAPA LO GAK CERITA APAPUN SAMA KITA-KITA?” ucap Selly dengan nada
kagetnya yang sangat tinggi.
“Lah
barusan aku cerita kan sama kalian? Kalian pengen aku cerita seminggu yang
lalu? Dia ngajaknya aja baru tadi malam.”
“Santai
mbak bro, semoga penantianmu selama ini terbayar,” ucap Nanda.
“Udah
berapa cowok coba yang lo tolak cuma gara-gara lo masih terus-terusan ngarepin
Aga, kan kasian mereka juga, Sa,” omel Dinda.
Mereka
terus bertanya dan bertanya tentang Aga, tak ada habisnya. Mereka terus-terusan
membujukku untuk segera melupakan Aga dan mencari pengganti, padahal mereka tau
bahwa segala usaha mereka akan sia-sia. Mana mungkin aku melupakan Aga? Detik
demi detik pun berlalu, ini sudah pukul 18.00, 1 jam lagi aku akan segera
bertemu dengan Aga. Oke, ini bukan saatnya untuk sabar. Aku sudah menunggu ini
selama bertahun-tahun. Teman-temanku terus saja berbincang, dan disini aku
mulai melamun dan berpikir. Aga…bagaimana rupanya saat ini? Apa yang harus aku
katakan saat aku bertemu dengannya nanti? Bagaimana jika aku gugup dan menjadi
kaku? Ya Tuhan, kuatkanlah aku. Ini sudah pukul 18.30, aku segera bergegas ke
tepi jalan dan memanggil taksi untuk segera berangkat kesana. Jalanan sangat
macet dan aku mulai resah. Akankah aku tepat waktu?
To be continue...... :)
Ditunggu lanjutan ceritanya :)
BalasHapus